loader

Artikel

img

Hamil dengan penyakit Hepatitis B: Pendekatan dan Dampak Bagi Ibu dan Bayi

    • Penulis: dr. Nur Eulis Pujiastuti Nahdiyat, M.Res

Kehamilan merupakan momen penting dalam kehidupan reproduksi perempuan. Kehamilan harus dipersiapkan dengan baik, termasuk sejak masa prekonsepsi. Salah satu aspek penting yang harus diperhatikan adalah kesehatan ibu terkait risiko penyakit menular seperti hepatitis B. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (VHB), yang dapat menyebabkan peradangan hati akut hingga kronik, dengan potensi perkembangan menjadi kondisi berat, seprti sirosis atau hepatokarsinoma. Virus ini ditularkan melalui kontak dengan cairan tubuh seperti darah, air mani, cairan vagina, atau melalui transmisi perinatal dari ibu ke bayi saat persalinan. Penggunaan jarum suntik dan transfusi darah juga dapat menjadi media transmisi.

Pada kehamilan, infeksi hepatitis B dapat memberikan risiko tambahan baik bagi ibu maupun janin. Infeksi akut pada ibu hamil biasanya akan sembuh sendiri, namun sekitar 5-10% berkembang menjadi infeksi kronis. Ibu hamil dengan infeksi hepatitis B kronis, terutama yang memiliki titer DNA VHB lebih dari 200.000 IU/mL atau status HBeAg positif, memiliki risiko lebih tinggi untuk menularkan virus kepada janinnya melalui aliran darah plasenta.

Risiko terhadap janin pada ibu dengan hepatitis B meliputi:

1. Intrauterine Growth Restriction (IUGR): Pertumbuhan janin terhambat yang dapat berujung pada komplikasi berat seperti kematian janin intrauterin.

2. Prematuritas dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR): Ibu dengan infeksi hepatitis B kronis memiliki risiko lebih besar melahirkan bayi secara prematur dan bayi dengan berat lahir rendah, yang dapat berdampak pada morbiditas dan mortalitas neonatal.

3. Kelainan anatomi dan fungsi tubuh: Risiko kelainan kongenital meningkat pada infeksi hepatitis B kronis, meskipun mekanisme pasti terkait terjadinya malformasi masih perlu penelitian lebih lanjut.

4. Sedangkan pada ibu, dapat menyebabkan ketuban pecah dini dan diabetes gestasional yang dapat mempengaruhi hasil kehamilan dan kesehatan janin.

Manajemen medis hepatitis B pada kehamilan mencakup penanganan individual yang bertujuan untuk mencegah transmisi vertikal kepada janin. Terapi antivirus, seperti tenofovir dan telbovudin sering kali dianjurkan untuk ibu hamil yang memiliki titer DNA VHB > 200.000 IU/mL. Terapi ini biasanya dimulai pada usia kehamilan 28-32 minggu dan dapat dilanjutkan hingga satu bulan pascapersalinan, tergantung pada evaluasi klinis.

Pencegahan penularan hepatitis B menjadi prioritas penting, dan vaksinasi hepatitis B merupakan salah satu upaya pencegahan yang telah terbukti efektif. Vaksinasi direkomendasikan terutama bagi individu yang berisiko tinggi terpapar virus, termasuk wanita usia subur yang merencanakan kehamilan. Pada bayi baru lahir dari ibu dengan hepatitis B, pemberian imunoglobulin hepatitis B (HBIG) dan vaksin hepatitis B dalam waktu 12 jam setelah lahir, telah terbukti menurunkan risiko transmisi perinatal secara signifikan.

Secara keseluruhan, strategi penanganan hepatitis B pada kehamilan harus mencakup pendekatan multidisiplin yang melibatkan pemantauan titer virus ibu secara berkala, intervensi medis yang sesuai untuk meminimalkan risiko komplikasi, dan perawatan prenatal yang intensif.

Sumber

  1. Dunkelberg JC, Berkley EM, Thiel KW, Leslie KK. Hepatitis B and C in pregnancy: a review and recommendations for care. J Perinatol. 2014;34(12):882-91.
  2. Wong F, Pai R, Van Schalkwyk J, Yoshida EM. Hepatitis B in pregnancy: a concise review of neonatal vertical transmission and antiviral prophylaxis. Ann Hepatol. 2014;13(2):187-95.