loader

Artikel

img

KPernikahan usia remaja, apakah berbahaya Ibu dan Bayi?/a>

    • Penulis: dr. Nur Eulis Fatimah N
    • Editor: dr. Roslina, SpOG

Pernikahan dini dan kehamilan remaja merupakan masalah yang menjadi perhatian dunia. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024 untuk menurunkan perkawinan anak dari 11.2% pada tahun 2018 menjadi 8,74% di tahun 2024.

ASulawesi Barat memiliki prevalensi tertinggi pernikahan dini yaitu 19,34%, sedangkan Jawa Barat memiliki angka absolut tertinggi yang diperkirakan 273.300 anak. Pernikahan dini adalah pernikahan yang berlangsung dari pasangan yang salah satunya berusia di bawah 19 tahun. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 diketahui bahwa perkawinan hanya diizinkan jika: laki-laki berusia 19 tahun dan perempuan berusia 16 tahun. Menurut BKKBN, usia ideal untuk menikah adalah setelah perempuan berusai 21 tahun dan laki-laki berusia 25 tahun. Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab pernikahan dini, yaitu faktor ekonomi keluarga, masyarakat yang tinggal di pedesaan, dan tingkat Pendidikan yang rendah. Anak perempuan lebih rentan mengalami pernikahan dini.

Kehamilan remaja adalah kehamilan pada wanita dengan rentang usia 10-19 tahun. Secara global, angka kelahiran remaja telah menurun dari 64.5 kelahiran tiap 1000 wanita (15-19 tahun) pada tahun 2000, menjadi 41.3 kelahiran tiap 1000 wanita di Tahun 2023. Akan tetapi, terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara negara maju dan berkembang. Data dari BKKBN menyebutkan bahwa terjadi kenaikan angka kelahiran remaja pada usia 15-19 tahun pada 2022 yaitu menjadi 26,64 per 1000 wanita dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 20,49 per 1000 wanita. Faktor yang berhubungan dengan kehamilan remaja adalah kurangnya Pendidikan seks dan keluarga berencana, faktor sosial ekonomi, dan faktor keluarga.

Perempuan yang mengalami kehamilan di usia remaja dapat meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia, ketuban pecah dini, hipertensi pada kehamilan, anemia, depresi pascapersalinan, penyakit menular seksual, dan kematian Ibu. Komplikasi yang terjadi pada saat hamil dan melahirkan pada ibu usia 15-19 tahun menjadi penyebab utama kematian Ibu. Bayi yang dikandung pun memiliki risiko untuk mengalami Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), prematuritas, skor apgar rendah, atau pun kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh Ibu berusia <20 tahun memiliki risiko meninggal hingga 2 kali lipat saat neonatus dibandingkan ibu usia 20-29 tahun.

Berdasarkan studi yang dilakukan diketahui bahwa tingkat Pendidikan, usia, status perkawinan, pekerjaan, pendapatan rumah tangga, dan penggunaan berbagai media kontrasepsi berhubungan signifikan terhadap kehamilan remaja. Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kehamilan remaja adalah komunikasi terbuka dengan orang tua, pemeriksaan kesehatan rutin, dan Pendidikan seks kepada anak. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi pernikahan dini yaitu dengan perubahan undang-undang yang mengatur usia pernikahan, langkah prioritas di RPJMN, dan kampanye nasional, dan penyusunan STRANAS PPA (Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak).

Sumber

  1. 1. Statistik, B. P. (2020). Pencegahan perkawinan anak. Percepatan yang Tidak Bisa Ditunda. x–xii. 2. UNICEF. 2022. Early Childbearing 3. WHO. 2023. Adolescent Pregnancy 4. Maheshwari, M. V., Khalid, N., Patel, P. D., Alghareeb, R., & Hussain, A. (2022). Maternal and Neonatal Outcomes of Adolescent Pregnancy: A Narrative Review. Cureus, 14(6), e25921. https://doi.org/10.7759/cureus.25921 5. Diabelková, J., Rimárová, K., Dorko, E., Urdzík, P., Houžvičková, A., & Argalášová, Ľ. (2023). Adolescent Pregnancy Outcomes and Risk Factors. International journal of environmental research and public health, 20(5), 4113. https://doi.org/10.3390/ijerph20054113